Selasa, 11 Juni 2013

Pacaran Lima Tahun : Kebanggan atau Aib ?

Seperti pada postingan yang pernah aku ceritakan sebelumnya, aku punya pacar yang telah berjalan lebih dari lima tahun. Pertanyaannya sekarang adalah, apakah itu suatu KEBANGGAN atau AIB ?

KEBANGGGAN, karena aku dan dia telah berhasil mempertahankan hubungan kami selama itu. Yang aku yakin, hanya beberapa orang yang berhasil bertahan selama itu dan masih bertahan hingga sekarang. Sebuah prestasi dan suatu kebanggan mengingat susahnya untuk terus bertahan pada satu orang yang sama dengan begitu lamanya.

AIB, karena aku merasa memang sudah terlalu lama untuk masa penjajakan dan pacaran, yang harusnya segera diakhiri dengan pernikahan. Banyak orang yang memiliki masa pacaran yang lebih singkat, telah menikah sekarang. Bahkan teman dekatku.

Bahkan ada salah satu sahabatku sedari kecil yang telah mengalami perceraian dengan istrinya. Bukan bermaksud negatif terhadap mereka. Bukan..! Tapi maksudnya, aku telah terlewati dua masa olehnya. Pernikahan dan Perceraian. Sungguh sebuah ketertinggalan.

Memang harusnya hubungan aku dan pacar lima tahun ku segera dibawa ke jenjang yang lebih tinggi lagi, pernikahan. Tapi, kami menjalani ini bukan tanpa sebab. Ada beberapa hal yang membuat kami belum bisa melangkah kesana pada saat ini.

Tahun pertama pacaran. Kami masih di masa perkuliahan. Masa penjajakan awal untuk mengenal satu sama lain. Hubungan kami juga masih sering bermasalah karena, seperti yang pernah aku ceritakan di postingan Pacar Lima Tahun, dengan istilah kejam aku bilangnya aku merebut pacarku ini dari pacarnya yang sebelumnya.

Tahun kedua pacaran. Masih dalam masa perkuliahan. Karena aku dan pacarku telah memulai hubungan pada semester II di jalur D3. Disini aku mulai mengenal baik orang tuanya. Dan mencoba untuk mendapat restu mereka berdua. Di tahun ini juga kami lulus kuliah. Masih telalu dini untuk melangkah karena aku belum punya kerjaan.

Tahun ketiga. Kami sudah lulus kuliah dan masuk dalam jenjang karir, bekerja. Aku dan dia masih mencari-cari pekerjaan yang lebih dapat menunjang kehidupan kami berdua jika nantinya kami menikah. Disini sudah mulai ada pembicaraan kearah sana tapi hanya sebatas angan-angan ataupun rencana kami berdua saja. Belum sampai ke orang tua kami masing-masing. Namun kedua orang kami sudah saling mengenal dan bertemu.

Tahun keempat. Disinilah awal dari kegoyahan rencana yang telah kami berdua susun. Dalam masa pencarian kerjaan, aku diterima di salah satu BUMN yang terbesar di Indonesia. Dan harus menjalani pendidikan di Jakarta selama satu tahun penuh. Hal ini lah yang menyebabkan rencana kami menikah secepatnya tertunda. Karena dalam masa pendidikan tersebut aku dilarang untuk menikah.

Tahun kelima. Di tahun ini mungkin puncak tertundanya rencana kami. Diawal tahun kelima, pacarku juga diterima bekerja di salah satu bank daerah. Dan, seperti yang kalian semua tau, kalau bank melarang pekerja barunya untuk menikah. Dalam kasus pacarku ini, dia dilarang menikah selama dua tahun. Itu artinya lebih lama satu tahun dari kontrak kerjaku dimana rencananya aku akan melamarnya setelah kontrakku itu selesai. Semakin tidak jelas masa depan kami berdua untuk melangkah ke jenjang pernikahan.

Di tahun keenam jalan. Akhir tahun ini merupakan akhir dari kontrak "dilarang menikah" pacarku. Sedang untuk kontrak ku sendiri sudah satu tahun yang lalu berakhir. Namun itu bukan berarti rencana pernikahan kami dapat berjalan lancar. Hubungan kami mulai renggang. Kami sudah mulai lost contact. Jarang berkirim kabar. Dan kami masih terpisah pulau, bahkan sekarang tambah jauh. Yang semula antara Jakarta - Samarinda, sekarang Jayapura - Sebulu (sebuah kecamatan yang berjarak dua jam lebih dari Samarinda).

Pada saat ada kesempatan kembali ke Samarinda dan bertemu dengannya, aku mencoba untuk menanyakan masa depan kami berdua. Mengingat di akhir tahun kami sudah punya lampu hijau untuk menikah. Namun karena keaadan dimana kami terpisah jauh, dia tidak sanggup untuk menjalani hubungan yang dia sebut "suami dimana, istri dimana", dia juga belum bisa meninggalkan orang tuanya dimana dia menjadi tulang punggung kedua setelah ayahnya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya yang kedua adiknya masih sekolah, setiap aku singgung masalah pernikahan dia selalu menyerah duluan dan akhirnya menangis. Aku tidak tega untuk memaksanya. Sungguh berat..!

Ingin nanti suatu saat jika kami bertemu kembali dan pembicaraan mengarah kesana, aku memberikan pilihannya yang mungkin akan meringankan bebannya atau malah sebuah pilihan yang sangat bodoh, "carilah penggantiku yang lain".

Tidak tau lah. Biarkan semua berjalan tergerus arus. Membawa jejak-jejak langkah kami berdua ketujuan semestinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar